Friday, September 28, 2012

RENCONG DAN BAJU ADAT ( ACEH )

Rencong (Bahasa Aceh: reuncong) adalah senjata tajam belati tradisional Aceh, di pulau Sumatera Indonesia bentuknya menyerupai huruf "L". Rencong termasuk dalam kategori belati yang berbeda dengan pisau atau pedang.

* Bentuk dan pemakaian *

Rencong memiliki kemiripan rupa dengan keris. Panjang mata pisau rencong dapat bervariasi dari 10 cm sampai 50 cm. Matau pisau tersebut dapat berlengkung seperti keris, namun dalam banyak rencong, dapat juga lurus seperti pedang. Rencong dimasukkan ke dalam sarung belati yang terbuat dari kayu, gading, tanduk, atau kadang-kadang logam perak atau emas. Dalam pembawaan, rencong diselipkan di antara sabuk di depan perut pemakai.

* Dalam adat Aceh *

Belati rencong kerajaan, terbuat dari emas dan sarung gading dengan mata pisau berukir ayat suci Alquran.
Rencong memiliki tingkatan; untuk raja atau sultan biasanya sarungnya terbuat dari gading dan mata pisaunya dari emas dan berukirkan sekutip ayat suci dari Alquran agama Islam. Sedangkan rencong-rencong lainnya biasanya terbuat dari tanduk kerbau ataupun kayu sebagai sarungnya, dan kuningan atau besi putih sebagai belatinya.
Seperti kepercayaan keris dalam masyarakat Jawa, masyarakat tradisional Aceh menghubungkan kekuatan mistik dengan senjata rencong. Rencong masih digunakan dan dipakai sebagai atribut busana dalam upacara tradisional Aceh. Masyarakat Aceh mempercayai bahwa bentuk dari rencong mewakili simbol dari basmalah dari kepercayaan agama Islam.
Rencong begitu populer di masyarakat Aceh sehingga Aceh juga dikenal dengan sebutan "Tanah Rencong".

Thursday, September 27, 2012

TARI MEUSEUKAT ( ACEH )



Meuseukat salah satu tarian dari suku Alas di Aceh Tenggara, merupakan tarian yang dibawakan oleh anak-anak sampai orang dewasa secara berkelompok dengan posisi berbaris, sepertinya halnya orang salat saat membac
a tahayatul akhir. Dalam tarian biasanya yang dipilih menjadi imam adalah kadi atau she yang nantinya menjadi panutan dalam gerak dan syair yang dibacakan secara serentak dan serasi dan dilaksanakan dengan irama shalawat dan qasidah.

Tari meuseukat melahirkan suatu karya seni yang sifatnya klasik tradisional, cara membawakannya harus dengan menghafal dari berbagai ragam atau dengan cara berurutan. Dalam permainanya peserta memakai baju adat dengan jumlah pemain minimal 18 orang. Dalam syairnya dapat diartikan sebagai himbauan kepada masyarakat atau pemerintah desa, camat, bupati tentang hal-hal pembangunan.



Tari Rateb Meuseukat merupakan salah satu tarian Aceh yang berasal dari Aceh. Nama Ratéb Meuseukat berasal dari bahasa Arab yaitu rateb asal kata ratib artinya ibadat dan meuseukat asal kata sakat yang berarti diam.

Diberitakan bahwa tari Ratéb Meuseukat ini diciptakan gerak dan gayanya oleh anak Teungku Abdurrahim alias Habib Seunagan (Nagan Raya), sedangkan syair atau ratéb-nya diciptakan oleh Teungku Chik di Kala, seorang ulama di Seunagan, yang hidup pada abad ke XIX. Isi dan kandungan syairnya terdiri dari sanjungan dan puji-pujian kepada Allah dan sanjungan kepada Nabi, dimainkan oleh sejumlah perempuan dengan pakaian adat Aceh. Tari ini banyak berkembang di Meudang Ara Rumoh Baro di kabupaten Aceh Barat Daya.

Pada mulanya Ratéb Meuseukat dimainkan sesudah selesai mengaji pelajaran agama malam hari, dan juga hal ini tidak terlepas sebagai media dakwah. Permainannya dilakukan dalam posisi duduk dan berdiri. Pada akhirnya juga permainan Ratéb Meuseukat itu dipertunjukkan juga pada upacara agama dan hari-hari besar, upacara perkawinan dan lain-lainnya yang tidak bertentangan dengan agama.

Saat ini, tari ini merupakan tari yang paling terkenal di Indonesia. Hal ini dikarenakan keindahan, kedinamisan dan kecepatan gerakannya. Tari ini sangat sering disalahartikan sebagai tari Saman milik suku Gayo. Padahal antara kedua tari ini terdapat perbedaan yang sangat jelas.

Perbedaan utama antara tari Ratéb Meuseukat dengan tari Saman ada 3 yaitu, pertama tari Saman menggunakan bahasa Gayo, sedangkan tari Ratéb Meuseukat menggunakan bahasa Aceh. Kedua, tari Saman dibawakan oleh laki-laki, sedangkan tari Ratéb Meuseukat dibawakan oleh perempuan. Ketiga, tari Saman tidak diiringi oleh alat musik, sedangkan tari Ratéb Meuseukat diiringi oleh alat musik, yaitu rapa’i dan geundrang.

Saturday, September 22, 2012

KABUPATEN ACEH TAMIANG



Kabupaten Aceh Tamiang adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh, Indonesia. Kabupaten yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Timur ini terletak di perbatasan Aceh-Sumatera Utara. Istilah "Tamiang" berasal dari kata Da Miang. Sejarah menunjukkan tentang eksistensi wilayah Tamiang seperti prasasti Sriwijaya, kemudian ada riwayat dari Tiongkok karya Wee Pei Shih yang mencatat keberadaan negeri Kan Pei Chiang (Tamiang), atau Tumihang dalam Kitab Nagarakretagama. Daerah ini juga dikenal dengan nama Bumi Muda Sedia, sesuai dengan nama Raja Muda Sedia yang memerintah wilayah ini selama 6 tahun (1330-1336). Raja ini mendapatkan Cap Sikureung dan hak Tumpang Gantung dari Sultan Aceh atas wilayah Karang dan Kejuruan Muda pada masa itu. Kabupaten ini berada di jalur timur Sumatera yang strategis dan hanya berjarak lebih kurang 250 km dari Kota Medan sehingga akses serta harga barang di kawasan ini relatif lebih murah dari pada daerah Aceh lainnya.

* POTENSI
Kabupaten Aceh Tamiang merupakan kawasan kaya minyak dan gas, meski jumlahnya tidak sebesar Kabupaten Aceh Utara, dan kawasan ini juga merupakan salah satu pusat perkebunan kelapa sawit di Aceh. Di samping itu, Aceh Tamiang juga mengandalkan sektor angkutan karena posisinya yang strategis, dan angkutan air merupakan salah satu primadona alternatif karena kabupaten ini dialiri dua sungai besar yakni Sungai Tamiang (yang terpecah menjadi Simpang Kiri dan Simpang Kanan) dan Sungai Kaloy. Kabupaten Aceh Tamiang juga mengandalkan sektor pertanian, industri pengolahan dan perdagangan. Kabupaten Aceh Tamiang memiliki beberapa tempat wisata yang hingga saat ini perlu penataan yang serius dan dikelola dengan baik. Air Terjun Tujuh Tingkat, Bendungan, Gua Walet, Pantai Seruway adalah beberapa contoh tempat wisata di Aceh Tamiang yang perlu mendapatkan perhatian untuk dapat dikelola menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah.

* DEMOGRAFI
Kabupaten Aceh Tamiang merupakan pecahan dari Kabupaten Aceh Timur dan merupakan satu-satunya kawasan di Aceh yang banyak bermukim etnis Melayu (60%). Walaupun dalam jumlah populasi suku Jawa (20%) lebih banyak dibandingkan dengan etnis Melayu, namun dalam pemerintahan orang Melayu lebih dominan. Selain kedua etnis tersebut, suku Aceh (15%) juga banyak dijumpai di kabupaten ini.

Thursday, September 20, 2012

DATARAN TINGGI GAYO ( ACEH )



Dataran Tinggi Gayo adalah daerah yang berada di salah satu bagian punggung pegunungan Bukit Barisan yang membentang sepanjang Pulau Sumatera. Secara administratif dataran tinggi Gayo meliputi wilayah Kabupaten Aceh Tengah dan kabupaten Bener Meriah serta kabupaten Gayo Lues. Tiga kota utamanya yaitu Takengon, Blang Kejeren dan Simpang Tiga Redelong.

Jalan yang menghubungkan ketiga kota ini melewati daerah dengan pemandangan yang sangat indah. Pada masa lalu daerah Gayo merupakan kawasan yang terisolir sebelum pembangunan jalan dilaksanakan di daerah ini. Mata pencarian masyarakat Gayo pada umumnya adalah bertani dan berkebun antara lain padi, sayur-sayuran, kopi dan tembakau. Kegiatan perkebunan kopi dan tembakau dilakukan dengan membuka wilayah hutan yang ada di wilayah ini.

Pada umumnya mayarakat di Aceh, orang Gayo juga dikenal karena sifat mereka yang sangat menentang segala bentuk penjajahan dan daerah ini dulu dikenal sebagai kawasan yang sangat menentang pemerintahan kolonial Belanda. Masyarakat Gayo adalah penganut Agama Islam yang kuat. Masyarakat di Gayo banyak yang memelihara kerbau, sehingga ada yang mengatakan jika melihat banyak kerbau di Aceh maka orang itu pasti berada di Gayo.
Blangkejeren

Blangkejeren adalah ibukota dari kabupaten Gayo Lues dan kota terbesar di kawasan selatan dataran tinggi Gayo. Kawasan ini merupakan salah satu pusat kawasan Gayo. Jika tertarik mengunjungi tempat ini wisatawan dapat menyewa pemandu untuk mengunjungi sejumlah desa yang berada di sekitar Blangkejeren. Dari Takengon dapat menumpang bis ke Blangkejeran.
Redelong

Simpang tiga Redelong adalah ibukota kabupaten Bener Meriah. Sebagai kabupaten yang masih sangat muda, Bener meriah mempunyai peluang besar untuk tumbuh dan berkembang, tentunya dengan segala potensi alam serta iklim yang sangat memungkinkan “Bumi Gajah Putih” ini (sebutan lain untuk Kabupaten Bener Meriah) untuk bisa mencapai pematangan secara ekonomi dengan segenap potensi yang dimiliki.

Kabupaten Bener Meriah dengan komoditi unggulan kopi, sebagai jenis tanaman yang mendominasi ketinggian daratan Aceh ini, sangat memberi peluang kepada masyarakat Bener Meriah yang berjumlah ± 112.093 jiwa (data profil BPS Aceh Tengah tahun 2004); untuk hidup sejahtera secara ekonomi. Daerah ini juga dikenal sebagai daerah agraris pemasok ± 80% kebutuhan sayur mayur di lingkungan provinsi Aceh.

Daerah ini juga tidak kalah dengan pariwisatanya Seperti Makam Datu Beru Di Desa Tunjang, Tugu Monument Radio Rimba Raya, Air Terjun di Pondok Gajah, pacu kude (pacuan kuda tradisional), Gunung Bur Ni Telong, Weh Pesam (pemandian kolam air panas) di desa Simpang Balik, dan lain-lain.

Salah satu cerita rakyat yang paling populer di Bener Meriah adalah Sejarah Gajah Putih.

PINTO ACEH




Perhiasan ini diberi nama Pinto Aceh (Pintu Aceh) terdapat diantara lebih 250 jenis perhiasan tradisional Aceh, namun kehadirannya dalam kelompok perhiasan tradisional sampai tahun 1998 lebih kurang baru 63 tahun jika dibandingkan dengan jenis lainnya sepanjang 2 abad.

Pinto Aceh diciptakan pada tahun 1935, ternyata cepat populer dan telah menarik banyak wanita penggemar perhiasan tradisional, balk wanita Aceh maupun orang-orang di luar Aceh. Sampai zaman sekarang ini setiap orang luar Aceh yang berkunjung ke negeri ini hampir dapat dipastikan akan membawa pulang salah satu perhiasan yang bermotif Pinto Aceh.

Perhiasan yang satu ini akhirnya menjadi populer di seluruh Nusantara dan Malaysia, bahkan tercatat juga pelancong Barat punya minat untuk perhiasan yang satu ini yang lebih dari 60 tahun terus diproduksi. Sementara ada beberapa perhiasan tradisional Aceh memang tidak mampu lagi dibuat pada masa sekarang ini karena kemahiran membuatnya tidak bergenerasi penerus. Sehingga jenis-jenis perhiasan yang tak mampu dibuat sekarang ini menjadi sangat langka dan hanya bisa dilihat di museum ataupun pada kolektor-kolektor ataupun berada secara turun temurun pada orang-orang tertentu yang menyimpannya sebagai pusaka.

Desain Pinto Aceh diperoleh dari monumen peninggalan Sultan Iskandarmuda  bernama Pinto Khob . Monumen tersebut yang sekarang di sekitarnya dijadikan taman rekreasi, terletak di tepi sungai (krueng) Daroy, konon dulunya sebagai pintu belakang istana Keraton Aceh khusus untuk keluar masuknya permaisuri Sultan Iskandarmuda beserta dayang-dayangnya kalau sang permaisuri menuju ke tepian sungai untuk mandi. Sekarang ini taman tersebut diberi nama Tanian Putroe Phang (Taman Putri Pahang), nama sang permaisuri. Dari desain gerbang kecil Pintu Khob itulah diambil motif untuk perhiasan yang bernama Pinto Aceh ini.

Monday, September 17, 2012

KESULTANANAN ACEH



Kesultanan Aceh Darussalam merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di provinsi Aceh, Indonesia. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh) dengan sultan pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada pada Ahad, 1 Jumadil awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507. Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.

~ AWAL MULA
Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496. Pada awalnya kerajaan ini berdiri atas wilayah Kerajaan Lamuri, kemudian menundukan dan menyatukan beberapa wilayah kerajaan sekitarnya mencakup Daya, Pedir, Lidie, Nakur. Selanjutnya pada tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh diikuti dengan Aru.
Pada tahun 1528, Ali Mughayat Syah digantikan oleh putera sulungnya yang bernama Salahuddin, yang kemudian berkuasa hingga tahun 1537. Kemudian Salahuddin digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar yang berkuasa hingga tahun 1568.

~ MASA KEJAYAAN
Kesultanan Aceh mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636). Pada masa kepemimpinannya, Aceh telah berhasil memukul mundur kekuatan Portugis dari selat Malaka. Kejadian ini dilukiskan dalam La Grand Encyclopedie bahwa pada tahun 1582, bangsa Aceh sudah meluaskan pengaruhnya atas pulau-pulau Sunda (Sumatera, Jawa dan Kalimantan) serta atas sebagian tanah Semenanjung Melayu. Selain itu Aceh juga melakukan hubungan diplomatik dengan semua bangsa yang melayari Lautan Hindia. Pada tahun 1586, kesultanan Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di Melaka dengan armada yang terdiri dari 500 buah kapal perang dan 60.000 tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas dominasi Aceh atas Selat Malaka dan semenanjung Melayu. Walaupun Aceh telah berhasil mengepung Malaka dari segala penjuru, namun penyerangan ini gagal dikarenakan adanya persekongkolan antara Portugis dengan kesultanan Pahang.
Dalam lapangan pembinaan kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa ulama ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan utama dalam bidang masing-masing, seperti Hamzah Fansuri dalam bukunya Tabyan Fi Ma'rifati al-U Adyan, Syamsuddin al-Sumatrani dalam bukunya Mi'raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin Al-Raniri dalam bukunya Sirat al-Mustaqim, dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam bukunya Mi'raj al-Tulabb Fi Fashil.

~ KEMUNDURAN
Kemunduran Kesultanan Aceh bermula sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun 1641. Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatera dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Tapanuli dan Mandailing, Deli serta Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan di antara pewaris tahta kesultanan.
Traktat London yang ditandatangani pada 1824 telah memberi kekuasaan kepada Belanda untuk menguasai segala kawasan British/Inggris di Sumatra sementara Belanda akan menyerahkan segala kekuasaan perdagangan mereka di India dan juga berjanji tidak akan menandingi British/Inggris untuk menguasai Singapura.
Pada akhir November 1871, lahirlah apa yang disebut dengan Traktat Sumatera, dimana disebutkan dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari segala unjuk perasaan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di bagian manapun di Sumatera. Pembatasan-pembatasan Traktat London 1824 mengenai Aceh dibatalkan." Sejak itu, usaha-usaha untuk menyerbu Aceh makin santer disuarakan, baik dari negeri Belanda maupun Batavia. Setelah melakukan peperangan selama 40 tahun, Kesultanan Aceh akhirnya jatuh dan digabungkan sebagai bagian dari negara Hindia Timur Belanda. Pada tahun 1942, pemerintahan Hindia Timur Belanda jatuh di bawah kekuasan Jepang. Pada tahun 1945, Jepang dikalahkan Sekutu, sehingga tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan di ibukota Hindia Timur Belanda (Indonesia) segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Aceh menyatakan bersedia bergabung ke dalam Republik indonesia atas ajakan dan bujukan dari Soekarno kepada pemimpin Aceh Sultan Muhammad Daud Beureueh saat itu.

~ PERANG ACEH
Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat, sultan Aceh pada tahun 1521.
Perang Aceh dimulai sejak Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873 setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik, namun tidak berhasil merebut wilayah yang besar. Perang kembali berkobar pada tahun 1883, namun lagi-lagi gagal, dan pada 1892 dan 1893, pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh.
Pada tahun 1896 Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli Islam dari Universitas Leiden yang telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh, memberikan saran kepada Belanda agar merangkul para ulama, dan hormat kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil. Pada tahun 1898, Gubernur Jendral Joannes Benedictus van Heutsz dinyatakan sebagai gubernur Aceh, mendapat pangkat Tuanku Tijan, dan bersama wakilnya, Hendrikus Colijn, yang mendepat pangkat Tuanku Niman untuk menata Aceh.
Pada tahun 1903 Sultan Muhammad Daud akhirnya menyerahkan diri kepada Belanda setelah dua istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh akhirnya berada dalam kegelapan pada tahun 1904. Saat itu, hampir seluruh Aceh telah direbut Belanda.

Friday, September 14, 2012

Jak Tajakunjung U Nagan Raya Aceh

Lambang Kabupaten Nagan Raya.png

Kabupaten Nagan Raya adalah sebuah kabupaten di Provinsi Aceh, Indonesia. Ibukotanya Suka Makmue, yang berjarak sekitar 287 km atau 6 jam perjalanan dari Banda Aceh. Kabupaten ini berdiri berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2002, tanggal 2 Juli 2002 sebagai hasil pemekaran Kabupaten Aceh Barat.

Kata Nagan memiliki kemiripan dengan nama 5 kecamatan yang ada di kabupaten tersebut, namun secara arti bahasa sampai sejauh ini sama sekali tidak ada dalam kosakata Aceh. Pun, belum terketemukan landasan historis, maupun hasil penelitian yang jelas terkait dari mana penyebutan nama tersebut muncul. Sedangkan Raya berarti besar, menunjuk semua kecamatan yang ada di Nagan, kendati di dalam nama kecamatan tersebut tidak tercantum kata "Nagan", mis: Beutoeng,

*) Kecamatan :

- Kecamatan Beutong
- Kecamatan Darul Makmur
- Kecamatan Kuala
- Kecamatan Seunagan
- Kecamatan Seunagan Timur
- Kecamatan Tadu Raya
- Kecamatan Kuala Pesisir
- Kecamatan Suka Makmue
- kecamatan Tripa Makmur

*) Potensi

Kabupaten Nagan Raya berada di pantai barat Sumatera yang subur dan sangat cocok bagi pertanian, khususnya padi yang terpusat di Kecamatan Seunagan, Seunagan Timur, dan Beutong karena ditunjang oleh Sungai Krueng Beutong dan Sungai Krueng Nagan yang mengalir di wilayah tersebut. Potensi lainnya adalah usaha peternakan dan perkebunan terutama kelapa sawit. Karena sumber daya pertaniannya yang melimpah, maka Nagan Raya dikenal sebagai salah satu lumbung beras utama di Aceh. Bahkan Soeharto, mantan presiden RI pernah berkunjung ke Nagan Raya, sebagai apresiasinya terhadap pertumbuhan hasil pertanian di daerah tersebut (tahun 1987).

*) Transportasi

Jarak Bandara Cut Nyak Dien ke ibu kota Nagan Raya kurang lebih 25 km, sedangkan ke Meulaboh 40 km. Transportasi ke kedua tempat tersebut tersedia sepanjang waktu dengan kualitas jalan yang sangat baik. Untuk kendaraan umum, kendaraan yang menjadi andalan masyarakat Nagan adalah "labi-labi" untuk mobilitas dalam kabupaten juga untuk menghubungkan Nagan Raya dengan kabupaten tetangga, Aceh Barat.

*) Kesehatan

Nagan Raya mempunyai 1 Rumah Sakit Umum Daerah Tipe C ( Dokter Spesialis, Dokter Umum dan Dokter Gigi ) dan 10 Puskemas yang kesemuanya terletak dipinggir jalan raya, sehingga mudah diakses.

Tuesday, September 11, 2012

TARI RAPA'I GELENG ( ACEH )



Rapai adalah salah satu alat tabuh seni dari Aceh. Rapai (rebana) terbagi kepada beberapa jenis permainan, rapai geleng salah satunya. Rapai Geleng dikembangkan oleh seorang anonim Aceh Selatan. Permainan Rapai Geleng juga disertakan gerakan tarian yang melambangkan sikap keseragaman dalam hal kerjasama, kebersamaan, dan penuh kekompakan dalam lingkungan masyarakat.

Terian ini mengekspresikan dinamisasi masyarakat dalam syair (lagu-lagu) yang dinyanyikan, kustum dan gerak dasar dari unsur (tarian meuseukat).

Fungsi dari tarian ini adalah syiar agama, menanamkan nilai moral kepada masyarakat, dan juga menjelaskan tentang bagaimana hidup dalam masyarakat sosial. Rapai geleng pertama kali dikembangkan pada tahun 1965 di Pesisir Pantai Selatan. Saat itu Tarian Rapai Geleng di bawakan pada saat mengisi kekosongan waktu santri yang jenuh usai belajar. Lalu, tarian ini dijadikan sarana dakwah karena dapat membuat daya tarik penonton yang sangat banyak.

Jenis tarian ini dimaksudkan untuk laki-laki. Biasanya yang memainkan tarian ini ada 12 orang laki-laki yang sudah terlatih. Syair yang dibawakan adalah sosialisasi kepada mayarakat tentang bagaimana hidup bermasyarakat, beragama dan solidaritas yang dijunjung tinggi.

Tarian Rapai Geleng ada 3 babak yaitu:

1. Saleum (Salam)
2. Kisah (baik kisah rasul, nabi, raja, dan ajaran agama)
3. Lani (penutup)

Nama Rapai diadopsi dari nama Syeik Ripai yaitu orang pertama yang mengembangkan alat musik pukul ini.

Syair yang dibawakan tergantung pada Syahi. Hingga sekarang syair-syair itu banyak yang dibuat baru namun tetap pada fungsinya yaitu berdakwah.

Contoh :

Rapai-i Geleng; Pesan Perlawanan dalam Tarian Aceh

Alhamdulilah Pujo Keu Tuhan Nyang Peujeut Alam Langet Ngon Donya Teuma Seulaweut Ateuh Janjongan Panghulee Alam Rasul Ambiya

(Segala Puji kepada Tuhan yang telah menciptakan langit dan dunia selawat dan salam pada junjungan penghulu alam Rasul Ambiya)

Nanggroe Aceh nyo Tempat loun lahee Bak Ujoung Pantee Pulo Sumatra Dilee Baroo Kon Lam jaro Kaphe Jino Hana lee Aman sentosa…

(Daerah Aceh ini Tempat lahir ku di ujung pantai pulau sumatera Dulu berada di tangan penjajah Kini telah aman dan sentosa)

Kostum yang dipakai berwarna hitam kuning berpadu manik-manik merah, serempak menggeprak panggung dengan duduk bersimpuh. Gerakannya diikuti tabuhan rapai yang berirama satu-satu, lambat, lama kemudian berubah cepat di iringi dengan gerak tubuh yang masih berposisi duduk bersimpuh, meliuk ke kiri dan ke kanan. Gerakan cepat kian lama kian bertambah cepat. Pada dasarnya, ritme gerak pada tarian rapai geleng hanya terdiri dalam empat tingkatan; lambat, cepat, sangat cepat dan diam. Keempat tingkatan gerak tersebut merupakan miniatur karakteristik masyarakat yang mendiami posisi paling ujung pulau Sumatera, berisikan pesan-pesan pola perlawanan terhadap segala bentuk penyerangan pada eksistensi kehidupan Agama, politik, sosial dan budaya mereka.

Pada gerakan lambat, ritme gerakan tarian rapa-i geleng tersebut coba memberi pesan semua tindakan yang diambil mesti diawali dengan proses pemikiran yang matang, penyamaan persepsi dan kesadaran terhadap persoalan yang akan timbul di depan sebagai akibat dari keputusan yang diambil merupakan sesuatu yang harus dipertimbangkan dengan seksama. Maaf dan permakluman terhadap sebuah kesalahan adalah sesuatu yang mesti di berikan bagi siapa saja yang melakukan kesalahan. Pesan dari gerak beritme lambat itu juga biasanya diiringi dengan syair-syair tertentu yang dianalogikan dalam bentuk-bentuk tertentu. Sebagai contoh bisa tergambar dari nukilan syair dari salah satu bagian tarian;

Meu nyo ka hana raseuki, yang bak bibi roh u lua Bek susah sare bek sedeh hatee, tapie kee laen ta mita

(Kalau sudah tak ada rezeki, yang sudah di bibirpun jatuh ke luar jangan lah susah, jangalah bersedih hati, mari kita pikirkan yang lain untuk di cari)

Kata “raseuki” yang bermakna “rezeki” dalam syair di atas, merupakan simbol dari peruntungan. Bagi masyarakat Aceh, orang yang melakukan perbuatan baik kepada mereka dimaknakan sebagai sebuah keberuntungan. makna sebaliknya, ketika orang melakukan perbuatan jahat, maka masyarakat Aceh mengartikan ketakberuntungan nasib mereka, dan ketakberuntungan itu merupakan permaafan.

Gerakan beritme Cepat adalah gerak kedua, sesaat pesan yang terkandung dalam gerakan beritme lambat namun sarat makna usai dituturkan. Pada gerakan ini, pesan yang disampaikan adalah pesan penyikapan ketika perbuatan jahat, yang dimaknakan sebagai ketakberuntungan nasib, kembali dilakukan oleh orang atau institusi yang sama. Penyikapan tersebut bisa dilakukan dalam bentuk apapun, tapi masih sebatas protes keras belaka. Seperti bunyi syair di bawah;

Hai Laot sa, ilak ombak meu Aloun kapai die eik troun meu lumba Lumba hai bacut teuk, salah bukon sa Lah loun salah mu, lah poun awai bak gata

(Wahai Laut yang berombak mengayunkan kapal naik dan turun sedikit lagi kemasukan air, itu bukan salah ku, engkaulah yang mengawalinya)

Gerakan beritme cepat ini tak lama, kemudian disusul dengan gerakan tari beritme sangat cepat mengisyaratkan chaos menjadi pilihan dalam pola perlawanan tingkat ketiga. Sebuah perlawanan disaat protes keras tak diambil peduli. Tetabuhan rapa-i pada gerakan beritme sangat cepat inipun seakan menjadi tetabuhan perang yang menghentak, menghantam seluruh nadi, membungkus syair menjadi pesan yang mewajibkan perlawanan dalam bentuk apapun ketika harkat dan martabat bangsa terinjak-injak. Cuplikan sajak “perang” nya (alm) Maskirbi yang biasa dilantunkan menjadi syair dalam gerakan beritme cepat pada tarian rapai geleng ini bisa menjadi contoh sederetan syair-syair yang dijadikan pesan.

Doda idi hai doda idang Geulayang balang ka putoh talo Beureujang rayeuk banta sidang Jak tulong prang musoh nanggro

(doda idi hai doda idang –nyanyian nina bobo untuk anak- layangan sawah telah putus talinya cepatlah besar wahai ananda pergilah, perangi musuh negeri) Pada titiknya, semua gerakan tadi berhenti, termasuk seluruh nyanyian syair. Ini merupakan gerakan akhir dari tarian. Gerakan diam merupakan gerakan yang melambangkan ketegasan, habisnya semua proses interaksi.

Monday, September 10, 2012

SEJARAH KOTA LHOKSEUMAWE ACEH

Kota Lhokseumawe adalah sebuah kota di provinsi Aceh, Indonesia. Kota ini berada persis di tengah-tengah jalur timur Sumatera. Berada di antara Banda Aceh dan Medan, sehingga kota ini merupakan jalur distribusi dan perdagangan yang sangat penting bagi Aceh.

*) Sejarah
Secara etimologi Lhokseumawe berasal dari kata Lhok dan Seumawe. Dalam Bahasa Aceh, Lhok dapat berarti dalam, teluk, palung laut, dan Seumawe bermaksud air yang berputar-putar atau pusat mata air pada laut sepanjang lepas pantai Banda Sakti dan sekitarnya. Keberadaan kawasan ini tidak lepas dari kemunculan Kerajaan Samudera Pasai sekitar abad ke-13, kemudian kawasan ini menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh sejak tahun 1524.

Sebelum abad ke-20, negeri ini telah diperintah oleh Uleebalang Kutablang. Tahun 1903 setelah perlawanan pejuang Aceh terhadap penjajah Belanda melemah, Aceh mulai dikuasai. Lhokseumawe menjadi daerah taklukan dan mulai saat itu status Lhokseumawe menjadi Bestuur Van Lhokseumawe dengan Zelf Bestuurder adalah Teuku Abdul Lhokseumawe tunduk dibawah Aspiran Controeleur dan di Lhokseumawe berkedudukan juga Wedana serta Asisten Residen atau Bupati.

Pada dasawarsa kedua abad ke-20 itu, di antara seluruh daratan Aceh, salah satu pulau kecil luas sekitar 11 km² yang dipisahkan Sungai Krueng Cunda diisi bangunan-bangunan Pemerintah Umum, Militer, dan Perhubungan Kereta Api oleh Pemerintah Belanda. Pulau kecil dengan desa-desa Kampung Keude Aceh, Kampung Jawa, Kampung Kutablang, Kampung Mon Geudong, Kampung Teumpok Teungoh, Kampung Hagu, Kampung Uteuen Bayi, dan Kampung Ujong Blang yang keseluruhannya baru berpenduduk 5.500 jiwa secara jamak di sebut Lhokseumawe. Bangunan demi bangunan mengisi daratan ini sampai terwujud embrio kota yang memiliki pelabuhan, pasar, stasiun kereta api dan kantor-kantor lembaga pemerintahan.

Sejak Proklamasi Kemerdekaan, Pemerintahan Negara Republik Indonesia belum terbentuk sistemik sampai kecamatan ini. Pada mulanya Lhokseumawe digabung dengan Bestuurder Van Cunda. Penduduk didaratan ini makin ramai berdatangan dari daerah sekitarnya seperti Buloh Blang Ara, Matangkuli, Blang Jruen, Lhoksukon, Nisam, cunda serta Pidie.
Pada tahun 1956 dengan Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956, terbentuk daerah-daerah otonom kabupaten-kabupaten dalam lingkup daerah Provinsi Sumatera Utara, di mana salah satu kabupaten diantaranya adalah Aceh Utara dengan ibukotanya Lhokseumawe.

Kemudian Pada Tahun 1964 dengan Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Aceh Nomor 34/G.A/1964 tanggal 30 November 1964, ditetapkan bahwa kemukiman Banda Sakti dalam Kecamatan Muara Dua, dijadikan Kecamatan tersendiri dengan nama Kecamatan Banda Sakti. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, berpeluang meningkatkan status Lhokseumawe menjadi Kota Administratif, pada tanggal 14 Agustus 1986 dengan Peraturan Daerah Nomor 32 Tahun 1986 Pembentukan Kota Administratif Lhokseumawe ditandatangani oleh Presiden Soeharto, yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Soeparjo Roestam pada tanggal 31 Agustus 1987. Dengan adanya hal tersebut maka secara de jure dan de facto Lhokseumawe telah menjadi Kota Administratif dengan luas wilayah 253,87 km² yang meliputi 101 desa dan 6 kelurahan yang tersebar di lima kecamatan yaitu: Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua, Kecamatan Dewantara, Kecamatan Muara Batu, dan Kecamatan Blang Mangat.

Sejak Tahun 1988 gagasan peningkatan status Kotif Lhokseumawe menjadi Kotamadya mulai diupayakan sehingga kemudian lahir UU Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Lhokseumawe tanggal 21 Juni 2001 yang ditandatangani Presiden RI Abdurrahman Wahid, yang wilayahnya mencakup tiga kecamatan, yaitu: Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua, dan Kecamatan Blang Mangat.

*) Kesehatan
Sarana kesehatan yang tersedia di Kota Lhokseumawe terdiri dari 5 puskesmas, 12 puskesmas pembantu, 5 puskesmas keliling, 32 polindes, 85 praktik dokter, 9 praktik dokter gigi dan 77 toko obat. Jumlah tenaga kesehatan yang tersedia : dokter sebanyak 11 orang, dokter gigi sebanyak 5 orang, tenaga medis sebanyak 19 orang, perawat dan bidan 187 orang, tenaga farmasi 9 orang, ahli gizi 4 orang dan ahli sanitasi sebanyak 7 orang.

*) Tempat Prasana Pendidikan
Jumlah sarana pendidikan umum yang ada di Kota Lhokseumawe, terdiri dari Taman Kanak – kanak 25 unit (swasta 24 unit), Sekolah Dasar sebanyak 59 unit, SLTP 15 unit serta SMU/SMK sebanyak 13 unit, Akademi/Perguruan Tinggi 10 unit.
Sarana pendidikan agama yang ada 8 unit Madrasah Ibtidaiyah (5 negeri dan 3 swasta), 6 unit Madrasah Aliyah (1 negeri dan 5 swasta). Di Kota Lhokseumawe memiliki 26 unit Pondok Pasantren dan 189 unit Balai Pengajian.

*) Perekonomian
PT. Kertas Kraft Aceh(PT.KKA), PT. Pupuk Iskandar Muda, PT. Asean Aceh Fertilizer dan EXXON Mobil - Arun berada di sekitar kota ini. Dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dari pabrik-pabrik besar yang dimiliki kota Lhokseumawe, namun tak juga mampu mengangkat derajat kehidupan sebagian besar penduduk asli Lhokseumawe dari bawah garis kemiskinan.
Berdasarkan hasil penelitian Geologi Departemen Pertambangan dalam wilayah Kota Lhokseumawe terdapat bahan galian Golongan C berupa batu kapur, tanah timbun dan pasir/kerikil. Di samping itu terdapat juga sumber daya alam berupa gas alam yang pengolahannya dilakukan oleh PT. Arun NGL Co. Sumber daya alam tersebut sudah dieksplorasi sejak tahun 1975 oleh Mobil Oil Indonesia Inc (sekarang Exxon Mobil) di Kabupaten Aceh Utara yang selanjutnya dilakukan pengolahan untuk diekspor ke luar negeri, hasil pengolahan gas berupa condensat juga dimanfaatkan oleh Pabrik Aromatix yang dibangun tahun 1998 dan perusahan–perusahaan besar lainnya seperti pabrik pupuk.

*) Parawisata
Beberapa objek wisata yang dinilai sangat menunjang kemampuan Sektor Pariwisata ke depan antara lain :

• Pantai Ujong Blang
• Pantai Rancong
• Pulau Seumadu
• Pantai Reklamasi Pusong
• Pantai Meuraksa
• Krueng Cunda
• Kampung P. Ramlee (seniman besar Malaysia, asal Aceh).

Kesemua objek ini dapat menjadi aset bagi dunia Pariwisata Kota Lhokseumawe jika ditata dan dikembangkan dengan lebih menarik.

*) Perhubungan
Bandar Udara Malikus Saleh Dan Bandar Udara Lhok Sukon Dari Kota Ke Dalam Negeri Dan Luar Negeri. Pelabuhan Laut Kruengeukeuh Dari Kota Ke Dalam Negeri Dan Luar Negeri.

Friday, September 7, 2012

MELIRIK TARI PUKAT DAN SEDATI ACEH

* Tari Pukat
Tari pukat adalah tari tradisional Indonesia yang berasal dari provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Makna dari tarian ini adalah, kebersamaan dan saling tolong menolong dari seluruh negara untuk Aceh. Sehingga, Aceh kembali tersenyum, Setiap wanita dalam tarian ini memegang tali yang satu sama saling sambung menyambung, dan kemudian terbentuk jaring seperti laba-laba.



* Tari Sudati
Tari Seudati adalah nama tarian yang berasal dari provinsi Aceh. Seudati berasal dari kata Syahadat, yang berarti saksi/bersaksi/pengakuan terhadap Tiada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad utusan Allah.



Tarian ini juga
 termasuk kategori Tribal War Dance atau Tari Perang, yang mana syairnya selalu membangkitkan semangat pemuda Aceh untuk bangkit dan melawan penjajahan. Oleh sebab itu tarian ini sempat dilarang pada zaman penjajahan Belanda, tetapi sekarang tarian ini diperbolehkan kembali dan menjadi Kesenian Nasional Indonesia.

Wednesday, September 5, 2012

KOTA SINGKIL

Lambang Kabupaten Aceh Singkil.png 
Kabupaten Aceh Singkil adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh, Indonesia. Kabupaten Aceh Singkil merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Selatan dan sebagian wilayahnya berada di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Kabupaten ini juga terdiri dari dua wilayah, yakni daratan dan kepulauan. Kepulauan yang menjadi bagian dari Kabupaten Aceh Singkil adalah Kepulauan Banyak. Ibu kota Kabupaten Aceh Singkil terletak di Singkil.

Singkil sendiri berada di jalur barat Sumatera yang menghubungkan Banda Aceh, Medan dan Sibolga. Namun demikian, jalurnya lebih bergunung-gunung dan perlu dilakukan banyak perbaikan akses jalan agar keterpencilan wilayah dapat diatasi. Diharapkan dalam waktu dekat Pelabuhan Singkil dapat dipergunakan sebagai pelabuhan transit untuk jalur barat Sumatera.

** Kecamatan
* Danau Paris
Danau Paris adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Aceh Singkil, Nanggröe Aceh Darussalam, Indonesia.Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Manduamas Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara.

*Daftar Desa/Kelurahan

- Kampong Biskang
- Kampong Lae Balno
- Kampong Napa Galuh
- Kampong Sikoran
- Kampong Situban Makmur
- Kampong Situbuh-Tubuh

Biskang adalah Ibukota Kecamatan Danau Paris jaraknya sekitar 70 KM dari Singkil (Ibukota Kabupaten Aceh Singkil). Akses jalan sangat bagus dengan aspal hotmix. Masyarakat di Kecamatan Danau Paris pada umumnya adalah Suku Pakpak dengan mata pencaharian adalah bertani.

* Gunung Meriah
Gunung Meriah adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Aceh Singkil, Nanggröe Aceh Darussalam, Indonesia.

* Daftar Desa/Kelurahan

- Kampong Blok 15
- Kampong Blok 18
- Kampong Blok 31
- Kampong Blok VI Baru
- Kampong Bukit Harapan
- Kampong Cingkam
- Kampong Gunung Lagan
- Kampong Labuhan Kera
- Kampong Lae Butar
- Kampong Pandan Sari
- Kampong Penjahitan
- Kampong Perangusan
- Kampong Pertampakan
- Kampong Rimo
- Kampong Sanggaberu Silulusan
- Kampong Sebatang
- Kampong Seping Baru
- Kampong Sianjo Anjo Merah
- Kampong Sidorejo
- Kampong Suka Makmur
- Kampong Tanah Bara
- Kampong Tanah Merah
- Kampong Tanjung Betik
- Kampong Tulaan
- Kampong Tunas Harapan

* Kota Baharu
Kota Baharu adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Aceh Singkil, Nanggröe Aceh Darussalam, Indonesia.

* Daftar Desa/Kelurahan

- Kampong Butar
- Kampong Danau Bungara
- Kampong Ladang Bisik
- Kampong Lentong
- Kampong Muara Pea
- Kampong Mukti Lincir
- Kampong Samar Dua
- Kampong Sumber Mukti
- Kampong Singkohor
- Kampong Silakar Udang
- Kampong Lapahan Buaya

* Kuala Baru
Kuala Baru adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Aceh Singkil, Nanggröe Aceh Darussalam, Indonesia.

* Daftar Desa/Kelurahan

- Kayu Menang
- Kuala Baru Laut
- Kuala Baru Sungai
- Suka Jaya

* Pulau Banyak
Pulau Banyak adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Aceh Singkil, Aceh, Indonesia. Ibukota kecamatan terdapat di Pulau Balai.

* Daftar Desa/Kelurahan

- Pulau Baguk
- Pulau Balai
- Teluk Nibung

* Pulau Banyak Barat
Pulau Banyak Barat adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Aceh Singkil, Aceh, Indonesia yang dimekarkan dari kecamatan Pulau Banyak. Ibukota kecamatan terdapat di Haloban

Pulau yang terbesar adalah Pulau Tuangku dan kedua terbesar adalah Pulau Bangkaru. Selain itu terdapat pula pulau-pulau lain yang lebih kecil.

* Daftar Desa/Kelurahan
Kecamatan Pulau Banyak Barat memiliki 4 buah desa yaitu:

- Asantola
- Haloban
- Suka Makmur
- Ujung Sialit

* Simpang Kanan
Simpang Kanan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Aceh Singkil, Nanggröe Aceh Darussalam, Indonesia.

* Daftar Desa/Kelurahan

- Kampong Cibubukan
- Kampong Guha
- Kampong Kain Golong
- Kampong Kuta Karangan
- Kampong Kuta Tinggi
- Kampong Lae Gambir
- Kampong Lae Gecih
- Kampong Lae Nipe
- Kampong Lae Riman
- Kampong Lipat Kajang
- Kampong Lipat Kajang Atas
- Kampong Pakiraman
- Kampong Pandan Sari
- Kampong Pangi
- Kampong Pertabas
- Kampong Serasah
- Kampong Siatas
- Kampong Silatong
- Kampong Sidodadi
- Kampong Sukarejo
- Kampong Tanjung Mas
- Kampong Tugan
- Kampong Tuh Tuhan
- Kampong Ujung Limus

* Singkil, Aceh Singkil
Singkil adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Aceh Singkil, Nanggröe Aceh Darussalam, Indonesia.

Singkil juga merupakan ibukota Kabupaten Aceh Singkil. Singkil tidak hanya merupakan nama Salah satu Kabupaten di NAD apalagi hanya nama Kecamatan di Kabupaten Aceh Singkil, tapi singkil adalah nama sebuah suku bangsa yang memiliki budaya dan sistem kekerabatan serta pranata sosial lainnya yang sudah lengkap, mendiami daerah geografis yang saat ini dikenal Kab. Aceh Singkil dan Kota Subulussalam, selain itu mereka juga hidup secara berkelompok dan membentuk beberapa desa di Kabupaten Aceh Tenggara (Tanoh Alas).

* Daftar Desa/Kelurahan

- Kampong Kilangan
- Kampong Kota Simboling
- Kampong Pasar Singkil
- Kampong Paya Bumbung
- Kampong Pemuka
- Kampong Pulo Sarok
- Kampong Rantau Gedang
- Kampong Selok Aceh
- Kampong Siti Ambia
- Kampong Suka Damai
- Kampong Suka Makmur
- Kampong Takal Pasir
- Kampong Teluk Rumbia
- Kampong Ujung
- Kampong Ujung Bawang

* Kuta-kuta Kalak Singkil di Tanoh Alas

- Kampung Bakti
- Lawe Loning Aman
- Suka Damai
- Batu Duaratus
- Sibungke Darul Aman
- Lawe Buyur
- Lawe Dua
- Kutacane Lama
- Maha Singkil

dan masih banyak yang lainnya, meskipun sekarang sudah tidak menjadi mayoritas di desa tersebut, kecuali Enmiya Batuduaratus, Sibungke Darul Aman dan Lawe Buyur.

* Singkil Utara
Singkil Utara adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Aceh Singkil, Nanggröe Aceh Darussalam, Indonesia.

* Daftar Desa/Kelurahan

- Kampong Gosong Telaga Barat
- Kampong Gosong Telaga Selatan
- Kampong Gosong Telaga Timur
- Kampong Gosong Telaga Utara
- Kampong Ketapang Indah
- Kampong Telaga Sakti
- Kampung Baru

* Singkohor
Singkohor adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Aceh Singkil, Nanggröe Aceh Darussalam, Indonesia.

* Daftar Desa/Kelurahan

- Kampong Lae Pinang
- Kampong Lae Sipola
- Kampong Mukti Harapan
- Kampong Pea Jambu
- Kampong Singkohor
- Kampong Sri Kayu

* Suro Baru
Suro Baru adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Aceh Singkil, Nanggröe Aceh Darussalam, Indonesia.

* Daftar Desa/Kelurahan

- Keras
- Mandumpang
- Sirimo Mungkur
- Alur Linci
- Bulu Ara
- Siompin
- Ketangkuhan
- Lae Bangun
- Bulusema
- Pangkalan Sulampi
- Suro Baru

* Suku Singkil
Suku Singkil adalah sebuah suku yang terdapat di kabupaten Aceh Singkil daratan dan kota Subulussalam di propinsi Aceh

Kedudukan suku Singkil sampai saat ini masih diperdebatkan, apakah termasuk dalam suku Pakpak suak Boang atau berdiri sebagai satu suku yang tersendiri terpisah dari suku Pakpak.

* Bahasa Singkil
Bahasa Singkil adalah sebuah bahasa yang tergolong dalam kelompok bahasa-bahasa Batak Utara bersama dengan bahasa Karo, Alas, Kluet dan Pakpak. Bahasa ini dipakai oleh penduduk asli kota Subulussalam dan kabupaten Singkil daratan.

Sampai saat ini bahasa Singkil masih diperselisihkan keberadaannya. Sebagian Orang etnis Pakpak berpendapat bahwa bahasa ini termasuk dalam kelompok bahasa Pakpak. Namun, suku Singkil sendiri menolak pandangan ini dan mengatakan bahwa bahasa Singkil adalah bahasa yang tersendiri.

Dalam kacamata etnis Pakpak tidak ada istilah Singkil, melainkan mereka menyebut suku Singkil sebagai suku Boang, sehingga sering salah diinterpretasikan sebagai Pakpak Boang. Ini suatu kekeliruan bagi etnis Pakpak yang sering menganggap sama dengan Suku Pakpak suak Boang. Singkil tetaplah Singkil, Singkil sangat berbeda dengan Pakpak. Hanya dari bahasalah kedua etnis ini yang banyak persamaan, di samping nama marga yang sebagian di dapatkan pada kedua belahan wilayah berbatasan ini. Selain itu hampir tidak didapati persamaan yang mencolok.

Pesebaran Bahasa Singkil adalah bahasa asli penduduk yang mendiami kota Subulussalam dan kabupaten Singkil daratan. Bahasa ini juga dapat dijumpai di beberapa desa di kabupaten Aceh Tenggara.