Di hulu Krueng Daya dulu ada sebuah dusun yang dinamai Lhan Na, sekarang disebut LAMNO. Menurut H M Zainuddin dalam Tarich Aceh dan Nusantara (1961) penghuni dusun itu berasal dari Bangsa Lanun. Orang Aceh menyebutnya “lhan” atau bangsa Samang yang dating dari Semenanjung Malaka dan Hindia Belakang seperti Burma dan Campa. Kemudian ke hulu Krueng Daya itu juga datang orang-orang baru dari Aceh Besar, Pasai dan Poli (pidie).
Pada abad XV terjadi perang antara Raja Pidie dengan Raja Pasai. Perang itu disulut oleh Raja Nagor bekas petinggi di Pasai. Dalam perang itu Pasai Kalah, Sultan Haidar Bahian Sjah tewas. Raja Nagor kemudian memerintah Pasai (1417 M). Beberapa keturunan Raja Pasai kemudian melakukan perpindahan. Sampai kesuatu tempat mereka kelelahan tak berdaya melanjutkan perjalanan.
Mereka pun mendirikan negeri baru di daerah tersebut, negeri itu diberinama Daya untuk mengenang ketakberdayaan mereka melanjutkan perjalanan. Cerita yang sama juga disebutkan dalam sebuah dongeng.
Menurut H M Zainuddin (1961), dahulu kala sekelompok orang datang ke negeri itu dengan perahu, sampai di muara sungai perahu mereka kandas. Mereka semua turun untuk mendorong perahu tersebut, tapi perahu itu tetap kandas. Mereka tidak beradaya lalu turun dan membuka perkampungan di sekitar muara sungai itu. Mereka pun menamai daerah itu dengan sebutan Daya.
Suatu ketika Raja Daya dan pasukannya melakukan pemeriksaan ke hulu sungai. Sampai di sana mereka mendapati sebuah perkampungan yang dihuni oleh orang yang mirip dengan bangsa Lanun dari Malaka dan Hindia Belakang. Mereka disebut orang Lhan.
Orang orang Lhan ini merupakan penduduk asli di sana, yang kala itu masih suka mengenakan pakaian dari kulit kayu dan kulit bintang yang tipis. Karena sudah lama mendiami tempat itu maka disebutlah mereka sebagai orang “Lhan Kana” atau “Lhan Na” yang artinya orang Lhan sudah ada disitu. Lama kelamaan terjadi perubahan pengucapat dari “Lhan Kana” menjadi “Lam Na” dan seterusnya ketika Belanda masuk ke Aceh ucapannya menjadi “Lam No”.
Masih menurut H M Zainudin, berdasarkan keterangan T Radja Adian keturunan Uleebalang (Zelfbestuurder) pada tahun 1945 diceritakan, Negeri Daya pernah diperintah oleh Pahlawan Syah, seorang raja yang pernah berperang dengan Poteu Meureuhom. Pahlawan Syah yang dikenal dengan sebutan Raja Keuluang merupakan orang yang kebal terhadap senjata apa pun, ia tidak bias ditaklukkan.
Ia orang yang sangat kuat. Kekuatannya itu diyakini masih menyisakan bekas berupa bekas tapak kakinya. Saat ia mencabut batang kelapa kakinya terbenam ke tanah. Tapak kaki itu disebut-sebut berada di Kuala Daya.
Disebut sebagai Raja Keuluang karena Pahlawan Syah berpostur tinggi besar, ketika dipanggil untuk menghadiri rapat (Meusapat) oleh Raja, peraturan yang diberikan Pahlawan Syah dan daerah yang dipimpinya selalu berbeda dengan daerah lain. Ia banyak mendapat keluangan, maka digelarlah dia Raja Keuluang.
Negeri Keuluang itu terdiri dari Keuluang, Lam Besoe, Kuala Daya dan Kuala Unga. Raja Keuluang meninggal setelah berperang dengan Poteumeureuhom. Raja yang kebal senjata itu berhasil ditangkap ketika daerahnya ditaklukkan. Ia meninggal dalam ikatan rantai besi.
Masa pemerintahan Raja Keuluang atau Pahlawan Syah menurut pemeriksaan Controleur Vetner di calang pada tahun 1938, diperkirakan antara tahun 1500 M sampai 1505 M. seber lain adalah T R Adian, sebagaimana dikutip H M Zainuddin. Menurutnya, pertalian keluarga Raja Keuluang tersebar dari Tanoeh Abee Sagi XXII Mukim Seulimum, Krueng Sabe dekat Calang dan Negeri Bakongan, Aceh Selatan. “Kalau naskah ini serta keterangan T. R. Adian itu kita hubungkan dengan makam Sultan Ali Riayat Sjah atau Marhum Daya, jang menurut pemeriksaan Prof. Dr. Mussain Djajadiningrat, Marhum Daja meninggal dalam tahun 1508,” tulis H M Zainuddin dalam Tarich Aceh dan Nusantara (1961) .
Sementara lainnya, di Kuala Ungan dekat Daya ada satu kuburan raja yang mengkat pada tahun 1497, tapi belum jelas makam siapa apakah makam Marhum Unga atau Marhum Daya. Masih juga belum jelas apakah Marhung Unga itu adalah Pahlawan Syah yang disebut sebagai Raja Keuluang, anak raja Pasai yang pertama membuka Negeri Daya.
Kemudian datang Marhum Daja Sulthan Ali Riajat Sjah jang namanja Uzir, anak dari Sulthan Inajat Sjah ibnu Abdullah Al Malikul Mubin, jang bersaudara dengan Sulthan Muzaffar Sjah. Raja di Atjeh Besar dan bersaudara pula dengan Munawar Sjah Raja di Pidie. Diyakinkan negeri Keluang/Daja itu berdiri pada akhir abad ke XV oleh Marhum Unga, bias jadi juga dibangun oleh Marhum Daya.
Setelah Negeri Daya maju dengan berbagai hasil bumi, pada akhir abad ke XVI datang ke sana orang orang Portugis, Arab, Spanyol dan Tionghoa untuk membeli rempah-rempah. Setelah itu datang juga orang Belanda, Inggris dan Perancis. Malah sampai kini di Lam No terdapat keturunan Portugis.
No comments:
Post a Comment