Adat
bersendi syara’, syara’ bersendi adat adalah sebuah falsafah kehidupan
dan menjadi simbol yang sangat dikenal pada era kejayaan Aceh Darussalam
di bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda (1607 – 1636 M). Sebenarnya
ungkapan tersebut menunjukkan perilaku kehidupan masyarakat yang mengacu
pada tatanan hukum adat dan ajaran agama Islam. Keduanya tidak boleh
dipisahkan karena begitu melekat dalam jiwa nasionalis orang Aceh.
Adat Aceh terus dilakoni oleh masyarakat dari generasi ke generasi
berikutnya untuk membuktikan kepada bangsa lain bahwa adat Aceh memiliki
akar dan struktur yang kuat. Bentuk kultural adat Aceh dimodifikasi
sesuai zamannya tanpa mengubah nilai aslinya dan bentuknya sangat
fleksibel. Paradigma sosio-kultural menunjukkan bahwa masyarakat Aceh
berpegang teguh serta tunduk pada adat-istiadat dan nilai-nilai Islam.
Meskipun adat Aceh tidak tertulis resmi namun masyarakat Aceh meyakini bahwa
sistematika adat Aceh adalah kenyataan hidup yang harus dilaksanakan.
Tentu saja mereka tidak ingin dikucilkan dalam pergaulan masyarakat
sebagai akibat dari tidak memahami adat-istiadat dengan baik. Karena
kedudukan adat-istiadat pada masa itu menjadi semacam sebuah kitab
peraturan sakral bernilai religius yang wajib dipatuhi oleh masyarakat
Aceh. Maka tanpa adanya adat-istiadat sebuah kaum menjadi rentan ibarat
sebuah negeri yang tidak memiliki benteng kokoh ketika di serang oleh
negeri lain.
No comments:
Post a Comment