Tgk Chik Di Tiro mempunyai lima orang putra yaitu: Tgk Mat Amin (wafat
1896), Tgk Syeh Mayed (wafat 5 September 1910), Tgk Di Toengkob alias
Tgk Beb (wafat 1899), Tgk Lambada (wafat 1904) Tgk Di Boeket alias Tgk
Moehamad Ali Zainoel Abidin (wafat 21 Mei 1910) .
Sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya, Tgk Chik Di Tiro sanggup berkorban apa saja baik harta benda, kedudukan, maupun nyawanya demi tegaknya agama dan bangsa. Keyakinan ini dibuktikannya dalam kehidupan nyata. Tgk Chik Di Tiro menerima penunjukkan menjadi panglima perang oleh rakyat dan para ulama.
Selama Gubernur Van Teijn berkuasa Belanda mempergunakan strategi “Wait and See” yaitu menunggu sampai keadaan berubah. Kenyataannya strategi yang diterapkan Belanda ini hasilnya jauh dari yang diharapkan. Belanda sering terpukul mundur pada banyak pertempuran. Akhirnya, untuk mengimbangi pasukan Aceh, Belanda membentuk satu korps tentara baru yang disebut Korps Marsose di bawah pimpinan J. Notten padatanggal 2 April 1890.
Walaupun Belanda membentuk korps Marsose Tgk Chik Di Tiro terus bertempur melawan Belanda tidak kurang dahsyatnya dibanding tahun-tahun sebelumnya. Semangat pasukan pun tidak pernah pupus menghadapi Belanda. Selama tahun 1890 Tgk Muhammad Amin putera Tgk Chik Di Tiro yang tertua sudah ikut memimpin pasukan. Beberapa kali ia mendapat luka dan terpaksa diangkut ke Aneuk Galong.
Kobaran semangat perang juga digelorakan dengan gubahan hikayat Prang Sabi. Di antara para penggubah hikayat heroic itu adalah: Syaikh Abdul al-Samad al-Falimbany, Tgk Chik Di Tiro, Syaikh Abbas Ibnu Muhammad alias Tgk Chik Kutakarang, Tgk Ahmad Ibnu Mahmud, Tgk Pante Kulu, Abdul Karim alias Dokarim.
Sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya, Tgk Chik Di Tiro sanggup berkorban apa saja baik harta benda, kedudukan, maupun nyawanya demi tegaknya agama dan bangsa. Keyakinan ini dibuktikannya dalam kehidupan nyata. Tgk Chik Di Tiro menerima penunjukkan menjadi panglima perang oleh rakyat dan para ulama.
Selama Gubernur Van Teijn berkuasa Belanda mempergunakan strategi “Wait and See” yaitu menunggu sampai keadaan berubah. Kenyataannya strategi yang diterapkan Belanda ini hasilnya jauh dari yang diharapkan. Belanda sering terpukul mundur pada banyak pertempuran. Akhirnya, untuk mengimbangi pasukan Aceh, Belanda membentuk satu korps tentara baru yang disebut Korps Marsose di bawah pimpinan J. Notten padatanggal 2 April 1890.
Walaupun Belanda membentuk korps Marsose Tgk Chik Di Tiro terus bertempur melawan Belanda tidak kurang dahsyatnya dibanding tahun-tahun sebelumnya. Semangat pasukan pun tidak pernah pupus menghadapi Belanda. Selama tahun 1890 Tgk Muhammad Amin putera Tgk Chik Di Tiro yang tertua sudah ikut memimpin pasukan. Beberapa kali ia mendapat luka dan terpaksa diangkut ke Aneuk Galong.
Kobaran semangat perang juga digelorakan dengan gubahan hikayat Prang Sabi. Di antara para penggubah hikayat heroic itu adalah: Syaikh Abdul al-Samad al-Falimbany, Tgk Chik Di Tiro, Syaikh Abbas Ibnu Muhammad alias Tgk Chik Kutakarang, Tgk Ahmad Ibnu Mahmud, Tgk Pante Kulu, Abdul Karim alias Dokarim.
No comments:
Post a Comment