, dengan oposisi keras atau perlawanan bersenjata yang cukup memusingkan Jepang untuk menghadapinya.
Reaksi ulama tua ini sangat membantu perjuangan politik ulama muda (PUSA), dalam rangka mendesak Jepang agar memberi kesempatan yang luas kepada para ulama untuk duduk seiring di dalam pemerintahan. Ini siasat (politik), atau langkah awal ke arah perebutan Indonesia ini dari tangan penjajah.
Perjuangan PUSA berhasil, dengan uluran Jepang memberi hak kepada ulama untuk membentuk Mahkamah Syariah seluruh Aceh, termasuk personil Pengadilan Negeri (PN) diisi para ulama. Juga para pemuda PUSA/Kasysyafatul Islam, diterima untuk dilatih menjadi perwira dalam organisasi ketenteraman Gyugun dan Tokubetsu.
Tgk. Abdul Jalil dan kawan-kawan secara diam-diam melakukan dakwah anti Jepang, dengan seruan jihad fisabilillah dari desa ke desa dalam Kabupaten Aceh Utara. Akhir tahun 1942 dakwah diam-diam itu berubah jadi terang-terangan. Dakwah ini cepat tersulut, karena sikap Jepang yang kejam, kasar dan biadab turun perintah kirei (hormat) kepada Tenno Haika dengan menghadap ke timur.
Di sinilah terjadi pertempuran cukup dahsyat (usai shalat Jumat), sampai terjadi satu lawan satu dengan pedang dan rencong. Demikian pula Jepang, melawan Teungku dengan senjata tajam, karena semangat para pahlawan ulama cukup membara dan meradang menerjang dengan pekikan Allahu Akbar, sehingga Jepang tidak mungkin lagi menggunakan senjata api.
Pada pertempuran ini, sekitar 109 orang mujahid Aceh syahid. Juga di pihak Jepang, tidak kurang pula dari angka tersebut karena pertempuran heroik satu lawan satu, dengan logikanya, seberapa pahlawan Aceh yang syahid demikian juga serdadu Jepang yang mati.
Tgk. Abdul Jalil ikut syahid dalam pertempuran ini, dengan rekan-rekan lainnya yang terkenal dalam catatan sejarah, antara lain Tgk. Muhammad Hanafiah, Tgk. Muhammad Abbas Punteuet, Tgk. Badai, Tgk. Bidin, Tgk. Husen Hasyem, Tgk. Muda Yusuf dan Tgk. Nyak Mirah.
Reaksi ulama tua ini sangat membantu perjuangan politik ulama muda (PUSA), dalam rangka mendesak Jepang agar memberi kesempatan yang luas kepada para ulama untuk duduk seiring di dalam pemerintahan. Ini siasat (politik), atau langkah awal ke arah perebutan Indonesia ini dari tangan penjajah.
Perjuangan PUSA berhasil, dengan uluran Jepang memberi hak kepada ulama untuk membentuk Mahkamah Syariah seluruh Aceh, termasuk personil Pengadilan Negeri (PN) diisi para ulama. Juga para pemuda PUSA/Kasysyafatul Islam, diterima untuk dilatih menjadi perwira dalam organisasi ketenteraman Gyugun dan Tokubetsu.
Tgk. Abdul Jalil dan kawan-kawan secara diam-diam melakukan dakwah anti Jepang, dengan seruan jihad fisabilillah dari desa ke desa dalam Kabupaten Aceh Utara. Akhir tahun 1942 dakwah diam-diam itu berubah jadi terang-terangan. Dakwah ini cepat tersulut, karena sikap Jepang yang kejam, kasar dan biadab turun perintah kirei (hormat) kepada Tenno Haika dengan menghadap ke timur.
Di sinilah terjadi pertempuran cukup dahsyat (usai shalat Jumat), sampai terjadi satu lawan satu dengan pedang dan rencong. Demikian pula Jepang, melawan Teungku dengan senjata tajam, karena semangat para pahlawan ulama cukup membara dan meradang menerjang dengan pekikan Allahu Akbar, sehingga Jepang tidak mungkin lagi menggunakan senjata api.
Pada pertempuran ini, sekitar 109 orang mujahid Aceh syahid. Juga di pihak Jepang, tidak kurang pula dari angka tersebut karena pertempuran heroik satu lawan satu, dengan logikanya, seberapa pahlawan Aceh yang syahid demikian juga serdadu Jepang yang mati.
Tgk. Abdul Jalil ikut syahid dalam pertempuran ini, dengan rekan-rekan lainnya yang terkenal dalam catatan sejarah, antara lain Tgk. Muhammad Hanafiah, Tgk. Muhammad Abbas Punteuet, Tgk. Badai, Tgk. Bidin, Tgk. Husen Hasyem, Tgk. Muda Yusuf dan Tgk. Nyak Mirah.
No comments:
Post a Comment