Sejak kecil Tgk. Haji Hasan Krueng Kalee sudah
mendapatkan pendidikan agama dari ibunya sendiri disamping
ayahnya. Teungku Haji Muhammad Hanafiah, terutama membaca Al-Qur’an dan
lain-lain. Ibunya juga seorang anak
ulama yaitu Nyakti Hafsah binti Tgk Syaikh Ismail Krueng Kalee. Dalam
pengasingannya di Pidie beliau sebagai guru wanita di mukim Sangeue
Kabupaten Pidie. Sedangkan pelajaran agama lainnya seperti nahu, sharaf,
ilmu fiqh, ilmu ma’ani, ilmu tafsir, sejarah Islam dan sebagainya
beliau diajarkan langsung oleh ayahnya, yaitu Tgk Haji Muhammad Hanafiah
(Tgk Haji Muda). Selain itu, pendidikan dasar Tgk Haji Hasan
Krueng Kalee adalah membaca kitab-kitab yang berbahasa Melayu Jawa
selain membaca Al-Qur’an pada Syaikh Umar Lam-Ue di Keudah, ayah Tgk
Hasballah Indrapuri, kemudian pada Syaikh Abdul Maniem di Mekkah serta
mempelajari juga kitab-kitab jawa sampai ke tingkat tinggi, seperti
Madlail Badraini dan Minhajul ’Abidin. Kemudian beliau mempelajari
kitab-kitab berbahasa Arab di Keudah – Malaysia, kemudian ke Mekkah
Al-Mukarramah dan Madinah Al-Munawwarah.
Tgk Haji Hasan Krueng Kalee yang telah menjadi muda remaja berangkat ke Keudah – Malaysia untuk memperdalam ilmu pengetahuan yang telah beliau pelajari. Selain itu, keberangkatan beliau ke Keudah adalah atas dorongan Teuku Raja Keumala, Tgk Syaikh Ibrahim Lambhuk disamping ayahanda beliau sendiri, disana beliau memperdalam ilmu pengetahuan selama beberapa tahun. Sudah semenjak lama, Dayah di Keudah menjadi pusat pendidikan Islam di Semenanjung tanah Melayu, dimana para sultan Kerajaan Aceh Darusssalam mengirim ulama-ulama besar kesana untuk membangun dayah sebagai lembaga pendidikan utama untuk daerah-daerah Tanah Seberang.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam abad ke-16 dan 17, terutama dalam masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam (1016-1045 H, atau 1607-1636), sebagian besar semenanjung tanah Melayu, termasuk Keudah, berada dibawah perlindungan Kerajaan Aceh Darussalam. Demikianlah, Dayah berjalan baik dari zaman ke zaman, sehingga pecah peperangan di Aceh antara Kerajaan Aceh dengan Kerajaan Belanda. Dan setelah pecah peperangan yang dahsyat itu, maka sejumlah ulama-ulama besar hijrah ke Keudah, yang tidak diminta untuk memimpin peperangan, sehingga Dayah waktu itu menjadi pusat pendidikan Islam, juga untuk putra-putri Aceh yang wilayah negaranya sedang dibakar api peperangan.
Dalam peperangan sedang berkecamuk di Aceh itu, salah seorang diantara putra-putranya yang bertolak ke Keudah, yaitu Hasan, putra Teungku Haji Muhammad Hanafiah, yang sedang kita bicarakan ini, dan yang memimpin Dayah dikala pemuda Hasan tiba disana, yaitu Teungku Haji Muhammad Arsyad.
Tgk Haji Hasan Krueng Kalee yang telah mempunyai pengetahuan cukup dalam hal agama Islam dan telah lancar mempergunakan bahasa Arab. Atas persetujuan gurunya pada tahun 1910 beliau berangkat ke tanah suci dalam rangka menunaikan rukun Islam yang ke Lima (ibadah Haji) serta untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi pada pusat pendidikan Islam Masjidil Haram Makkah.
Disana beliau memperdalam ilmu pengetahuan agama pada Syaikh-syaik terkenal di Mekkah. Diantara guru-guru beliau selama berada di Mekkah adalah Syaikh Said Al-Yamani Umar bin Fadil, Syaikh Khalifah, Syaikh Said Abi Bakar Ad-Dimyaty dan Syaikh Yusuf An-Nabhany.
Selain pengetahuan Islam secara umum, pemuda Hasan khusus mendalami ilmu tauhid, fiqh (hukum Islam), tafsir, ilmu falaq, ilmu tasawwuf, dan sejarah Islam, dimana akhirnya Tgk Haji Hasan Krueng Kalee mendapat ijazah dalam ilmu-ilmu tersebut, sehingga karena dia telah boleh memakai lakab ulama di muka namanya. Di tiap-tiap jenjang lamanya Tgk Haji Hasan Krueng Kalee belajar tujuh tahun sehingga sampai dapat membaca Fathul Mu’in, Minhajul ’Abidin, serta sudah bisa membaca kitan Mahally (Qalyubi wa ‘Umairah) dan Fathul Wahab.
No comments:
Post a Comment