Monday, December 3, 2012

PO CUT LAKSAMANA KEUMALA HAYATI ( ACEH )


Laksamana Keumala Hayati, Namanya tenggelam dibalik nama besar Cut Nyak Dhien, Cut Nyak Meutiah serta nama-nama pahlawan wanita yang muncul setelah jamannya. Tak banyak yang tahu kisahnya, tak banyak yang mengenal siapa dirinya meski namanya melekat di lambung salah satu kapal perang kebanggaan negeri ini KRI Malayati.

Ketika dunia masih sibuk membincangkan kesetaraan gender, di Aceh pada abad 15 telah muncul seorang perempuan perkasa yang memimpin di garis depan, Laksamana Keumalahayati Dialah perempuan pertama di dunia yang memegang pucuk pimpinan tertinggi sebagai Panglima Angkatan Laut Armada Selat Malaka kerajaan Darud Donya Darussalam dan pernah berjuang melawan Portugis hingga ke Johor. Putri dari Laksamana Mahmud Syah kakeknya Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah pendiri kerajaan Aceh Darussalam.

Keumalahayati yang biasa dipanggil Malahayati, menempuh pendidikan di Akademi Militer Mahad Baitul Makdis. Malayahati mengambil jurusan Bahari (Angkatan Laut) sesuai dengan jiwa bahari yang mengalir dalam darahnya yang diturunkan dari ayah dan kakeknya. Sebelum menjadi Pangima Angkatan Laut, ia menjabat sebagai Komandan Protokol Istana di Kesultanan Aceh Darussalam. Ketika suaminya Laksamana Mahmuddin bin Said Al Latief gugur dalam pertempuran di Teluk Haru, Keumalayahati diangkat oleh Sultan Alaiddin Riayat Syah Al Mukammil untuk menggantikan posisinya sebagai Panglima Armada Selat Malaka.

Atas persetujuan Sultan Al Mukammil, Keumalahayati memimpin perjuangan dan pergerakan dibantu pasukan Inong Balee (pasukan janda) yaitu armada Aceh yang kesemua anggotanya perempuan para janda yang suaminya meninggal saat perang Teluk Haru. Armada Inong Balee berkekuatan 1000 orang membangun kekuatan militernya di Bukit Krueng Rayeuk sebagai benteng pertahanan.

Selain menguasai bahasa ibunya bahasa Aceh dan Melayu, Po Cut Nyak Laksamana Keumala Hayati fasih berbicara dan menulis dalam bahasa Arab, Turki, Inggris, Perancis dan Spanyol. Ia memikul tanggung jawab memimpin 60.000 marinir dan 400 kapal perang saat menjaga Kedaulatan Aceh Darussalam yang saat itu terganggu oleh armada laut koalisi Eropa pimpinan Portugis di perairan Selat Malaka. Ia yang meminta Tuha Peuet Kesultanan Aceh Darussalam untuk memakzulkan Sultan Ali Riayat Syah yang tak berbakat dan mengangkat Darmawangsa untuk menjadi Sultan Aceh Darussalam yang kemudian bergelar Sultan Iskandar Muda Perkasa Alam (1607-1636 M).

Selama ini kita kenal Po Cut Nyak Laksamana Keumala Hayati sebagai seorang laksamana perang. Kehebatannya yang paling banyak disebut adalah kemampuan menyusun strategi dan memimpin pasukan perang yang hampir tidak bisa dibandingkan dengan panglima perang atau laksamana lelaki manapun dari negara di dunia saat itu.

Saat itu dunia dipimpin oleh Kekhalifahan Turki Usmani dengan bentuk persekutuan sederajat. Kesultanan Aceh Darussalam merupakan sekutu terbesar Turki Usmani di Asia Tenggara dengan diberi hak mengibarkan bendera kekhalifahan saat menghalau penguasaan Asia Tenggara oleh pasukan Persekutuan Kristen Eropa pimpinan Portugis. Bendera yang berwarna dasar merah pekat tersebut akhirnya jadi bendera resmi Kesultanan Aceh Darussalam. Bendera tersebut kemudian ditambah garis hitam putih oleh Hasan Tiro saat menyatakan Gerakan Aceh Merdeka pada 4 Desember 1976.

Sampai kini di Istanbul, tamu-tamu dari Aceh dihormati dengan baik. Kota inilah ibukota Turki masa Kekhalifahan Usmani selama ratusan tahun yang wilayahnya masuk ke Benua Eropa dipisahi oleh Selat Bosporus dengan benua Asia. Penjaga tempat bersejarah di sana selalu bisa menunjukkan “di sinilah Sultan II Selim duduk saat mengeluarkan perintah untuk mengirim para ahli perang dan ahli pembuat senjata menuju Kesultanan Aceh Darussalam.

Orang-orang Aceh, terutama tokoh masyarakat, pemerintah, dan budayawan diharapkan mampu mengangkat nama Laksamana Keumala Hayati ke muka dalam peradaban Aceh sekarang. Kita sebaiknya belajar dari semangat dan filosofi hidup perempuan perkasa ini sebagai manusia merdeka. Perempuan yang melegenda di seluruh dunia ini sebaiknya dijadikan ikon kebangkitan Aceh. Tidak cukup dengan nama pelabuhan, nama jalan, nama kelompok militer, Po Cut Nyak Laksamana Keumala Hayati seharusnya juga dijadikan teladan di Aceh dan di negeri lain.

Ke manakah para pencinta dan pakar sejarah di Aceh. Mengapa hari kebesaran Laksamana Keumala Hayati belum pernah diperingati. Jika kini tidak ada Bapak pemersatu Aceh, mengapa Po Cut Nyak Laksamana Keumala Hayati belum kita jadikan Ibu kita seluruh orang Aceh. Pemimpin dan orang Aceh sebaiknya segera mengambil makna dari peristiwa dan tokoh dalam sejarah, supaya dalam menghadapi zaman yang mendua ini hari-hari kita akan bertahan dan menang kembali.

No comments: